Kelahiran Polisi Wanita (Polwan) Indonesia pada 1 September 1948 di Bukittinggi, Sumatera Barat, berakar kuat dari kebutuhan praktis negara yang sedang menghadapi Tantangan Agresi Militer Belanda II. Saat itu, Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) bergulat dengan serangan dan gejolak pengungsian yang masif. Kondisi darurat inilah yang memicu lahirnya inisiatif bersejarah tersebut.
kedua oleh Belanda menyebabkan gelombang pengungsi besar-besaran, mencakup pria, wanita, dan anak-anak. Untuk mencegah penyusupan mata-mata atau sabotase, setiap pengungsi harus menjalani pemeriksaan fisik. Namun, masalah muncul karena pengungsi wanita menolak keras diperiksa secara fisik oleh polisi pria.
Penolakan ini menciptakan kebuntuan serius dalam upaya pengamanan dan pertahanan negara yang sedang menghadapi Militer Belanda II. Oleh karena itu, organisasi wanita di Bukittinggi mendesak pemerintah agar perempuan diikutsertakan dalam pendidikan kepolisian. Keputusan ini diambil untuk mengatasi sensitivitas budaya dan moral.
Merespons kebutuhan ini, Cabang Djawatan Kepolisian Negara untuk Sumatera yang berkedudukan di Bukittinggi membuka pendidikan inspektur polisi bagi kaum wanita. Terpilihlah enam remaja Minangkabau sebagai perintis. Ini menjadi bukti bahwa Tantangan Agresi saat itu justru membuka pintu bagi kesetaraan peran perempuan dalam sektor keamanan.
Tugas utama enam Polwan pertama ini adalah spesifik dan krusial: mengusut kejahatan yang melibatkan wanita dan anak-anak, serta melakukan pemeriksaan fisik terhadap saksi atau terdakwa wanita. Hal ini secara langsung mengatasi Tantangan Agresi dalam hal keamanan internal dan sosial, yang tidak mampu ditangani polisi pria.
Kelahiran Polwan membuktikan bahwa di tengah krisis dan Tantangan Agresi, Indonesia mampu berinovasi dalam struktur pertahanannya. Polwan bukan sekadar pemanis, melainkan sebuah solusi strategis yang diperlukan untuk memperkuat fungsi kepolisian di masa perang, terutama dalam aspek penanganan masyarakat sipil.
Sejak saat itu, tanggal 1 September diperingati sebagai Hari Polwan. Sejarah mencatat bahwa Polisi Wanita lahir dari situasi terdesak akibat Tantangan Agresi, yang kini berkembang menjadi institusi profesional yang mampu mengemban tugas di berbagai lini.
